Mengenal Sekte Aliran Al-Mardariyyah | Sejarah dan Aqidahnya

11:52:00 AM
http://www.trendtv.website/ - Pendiri aliran Mardariyyah adalah ‘Isa ibn Shabih (226 H) yang dijuluki dengan nama Abu Musa atau Mardar. Dia adalah salah seorang murid Bisyar ibn al-Mu’tamar, karenanya ia banyak belajar kepadanya. Mardar dikenal dengan kehidupan zuhudnya sehingga dia digelari “pendeta Mu’tazilah.” Kendatipun Al-Mardar termasuk tokoh Mu’tazilah namun dalam beberapa masalah dia berbeda pendapat dengan rekan-rekannya semazhab.

illustrasi, foto jamaah naqsabandiyah

Pertama, tentang takdir. Menurutnya, Allah kuasa untuk berdusta dan berlaku zalim, namun kalau Allah berdusta dan berlaku zalim maka Dia dapat dikatakan sebagai Tuhan Pendusta dan Tuhan Zalim; hal seperti itu mustahil bagi Allah.

Kedua, tentang sebab skunder (tawallud), dia sependapat dengan gurunya, namun dia menambahkan adanya kemungkinan terjadi satu peristiwa dari dua pelaku melalui tawallud.

Ketiga, tentang Al-Qur’an. Menurutnya, manusia mampu saja membuat kalimat yang sefasih al-Qur’an. Pendapatnya sangat berlebihan mengenai al~Qur’an bahwa al-Qur’an adalah ciptaan Allah dan mengkaflrkan orang yang berpendapat bahwa al-Quran itu kekal (qadim). Karena menurutnya jika al-Qur’an dikatakan kekal berarti ada dua hal yang kekal [yakni Allah dan al-Qur*an]. Dia juga mengkaflrkan orang yang memakai gelar sultan karena sultan, menurutnya, tidak boleh diwarisi dan tidak mewarisi. Selain itu dia juga mengkaflrkan orang yang mengatakan bahwa perbuatan manusia itu ciptaan Allah dan orang yang mengatakan bahwa Allah dapat dilihat dengan mata kepala pada hari akhirat. Di antara pendapatnya yang sangat berlebihan bahwa seluruh umat Muslim kafir terhadap kalimatut tauhid “la ilaha illallah”. Pada suatu hari Ibrahim as-Sindi menyindir pendapatnya yang mengkaflrkan seluruh penghuni bumi ini. “Surga itu luas seluas’tujuh lapis langit dan bumi, yang boleh masuk ke dalamnya hanya engkau dan tiga orang temanmu yang sependapat denganmu” kata Ibrahim. Mardar tercengang dan tidak dapat menjawab.

Orang yang menjadi murid setia Mardar ialah Ja’far ibn Harb ats-Tsaqafi (234 H), Ja’far ibn Mubasyar al-Hamdani (236 H), Abu Zafrin Muhamad ibn Suwaidi, Abu Ja’far Muhamad ibn Abdullah al-Isqafi, Isa ibn al-Haitsami, Ja’far ibn Harb asy-Asyji, al-Ka’bi meriwayatkan dari dua orang bernama Ja’far di atas yang mengatakan Allah menciptakan al-Qur’an di Luh Mahfudzyang tidak dapat dipindahkan. Karena kalau al-Qur’an dapat dipindahkan akan terjadi satu berada di dua tempat yang mempunyai sifat yang sama dengan al-Qur’an yang kita baca padahal Al-Qur’an yang kita baca bukan al-Qur’an yang terdapat di Luh Mahfudz. Selanjutnya al-Ka’bi berkata, “Mardar-lah yang memilih salah satu pendapat yang berkembang tentang al-Qur’an.”

Menurut Al-Mardar, baik dan buruk ditentukan oleh akal. Karena itu sebelum wahyu diturunkan sudah wajib mengenal Allah, mengenal hukum-hukum Allah. Karena itu siapa yang mengabaikan dengan sengaja untuk mengenal Allah dan tidak mensyukuri nikmat Allah ia akan mendapat siksa yang kekal, karena kekekalan siksa wajib menurut akal.

Sumber: Al Milal wa Al Nihal (Buku 1), diterjemahkan Prof. Asywadie Syukur, Lc, pt. Bina ilmu, Surabaya.
Previous
Next Post »
0 Komentar