Terjemah Al-Milal wa Al-Nihal | Aliran-Aliran Teologi dalam Sejarah Umat Manusia

7:03:00 PM
KATA PENGANTAR EDITOR

Fenomena ketuhanan tampaknya merupakan fakta universal. Hal ini tidak saja dapat ditemukan pada masyarakat modem, tetapi juga pada masyarakat yang paling primitif sekalipun. Kajian sejarah tentang asal-usul agama telah membuktikan kenyataan ini. Louis Berkhof di dalam karyanya. Systematic Theology. menegaskan bahwa "ide tentang Tuhan secara praktis bersifat universal pada ras manusia. Hal Ini juga ditemukan di antara bangsa-bangsa dan suku-suku yang tidak memiliki peradaban."[1] Di dalam buku ini Berkhof juga menyebutkan, "Di antara semua manusia dan suku-suku di dunia ini terdapat perasaan akan ketuhanan, yang dapat dilihat dari cara-cara penyembahannya. Karena gejala ini sangat universal, hal tersebut pasti merupakan sifat dasar yang dimiliki oleh manusia, dan jika sifat manusia ini secara alamiah membawa kepada penyembahan religi, maka penjelasannya hanya dapat ditemukan pada Wujud Agung yang telah menciptakan manusia sebagai makhluk yang selalu beragama.”[2]


Illustrasi, buku Al Milal wa An Nihal

Oleh karena itu, banyak para ahli teologi dan filsafat agama yang menisbahkan argumentasi tentang adanya Tuhan pada fakta sejarah ini. Bahkan, sebagian teolog dan pakar filsafat agama menyatakan bahwa fenomena ketuhanan sebenarnya telah terlembaga pada diri manusia sebagai ide bawaan (innate idea of GocQ. TurreUn seperti dikutip Sheed’s dalam Dogmatic Theology menyebutkan. “Di dalam diri manusia terdapat pengetahuan bawaan tentang Tuhan, dan kesadaran tentang ketuhanan ini tidak dapat dikehendaki, serta pemikiran rasional tidak dapat mengelak keberadaannya seperti mengelak dirinya."[3] Dengan demikian fenomena ketuhanan pada diri manusia selain bersifat universal Juga bersilat natural.

Bahkan lebih dari itu. ide tentang ketuhanan dalam diri manusia oleh beberapa kalangan sudah dikategorikan bersifat naluriah (instinctive). Seneca di dalam bukunya Epistulae memberikan teori pembuktian yang akurat tentang sifat naluriah dari kepercayaan terhadap Tuhan, yang dikenal dengan argumen^ bentuk biologis (biological form ofthe argumen!). Teori ini secaral ringkas menyebutkan bahwa adanya Tuhan dapat disimpulkan dari perasaan ketuhanan yang tertanam (secara biologis) dalam iiwa manusia.[4] Teori ini selanjutnya dipopulerkan oleh Rene DescarteS! menjadi teori ide bawaan [the theory of innate ideas) dan teori hasart bawaan kepada Tuhan [the theori of innate yeaming for God) oleh Charles Hodge. Berdasarkan teori ini, manusia secara naluriah percaya adanya Dzat di luar dirinya sendiri. “Kesadaran manusia secara alamiah,” menurut Calvin “dianugerahi dengan pengetahun Tuhan (human mind is naturally endowed with the knowledge God).” “Kita akan selalu menemukan seluruh bangsa di dunia manusia lebih cenderung menyembah Tuhan daripada menjadi ateisme dan kelihatannya akan selalu berkembang daripada yang menolak ketuhanan.[5]

Bagi sebagian kelompok lain, ide tentang ketuhanan merupakan. 1 tuntutan akal (the voice of reasori). Kelompok ini menyatakan bahwa pengakuan adanya Tuhan pada seluruh manusia (disebabkan oleh tuntutan intelektualitasnya. Teori pembuktian mereka yang terkenal adalah teori dilema antiskeptik; dicetuskan oleh G.H. Joyce dalam bukunya- The Priciples of Natural Theology. Teori ini dapat diringkaskan bahwa, pada kenyataannya seluruh manusia baik di masa lalu maupun sekarang ditemukan sebagai makhluk yang berkepercayaan kepada Tuhan. Kepercayaan ini bukanlah disebabkan oleh kecenderungan alamiahnya tetapi, disebabkan oleh tuntutan akan yang bersifat jelas dan tegas. Jika kesimpulan adanya Tuhan pada seluruh manusia salah, jmaka dapat disimpulkan juga bahwa pemikiran seluruh manusia salah. Dengan demikian seluruh upaya manusia untuk mencari kebenaran, adalah siarsia belaka, dengan demikian skeptisme murni menjadi satu-satunya pilihan. Tetapi .sebaliknya, jika kita mengakui bahwa intelektualitas, manusia s,ecara fundamental dapat dipercaya kebenarannya, maka skeptisme universal bukan merupakan alternatif yang serius terhadap penerimaan kesimpulan manusiawi hahwa Tuhan ada.[6]

Sekalipun manusia mungkin telah ditakdirkan untuk ingin taht| akan hal-hal yang paling misterius dari fenomena ketuhanan, namum kita perlu membedakan antara eksistensi ide Tuhan yang tertanam dalam jiwa manusia dan perkembangan ide Tuhan dalam kesadaran manusia itu sendiri. Kita harus mengingat bahwa perkembangan ide Tuhan dalam kesadaran tidak sama dengan perkembangannya pada manusia atau bangsa lain.[7] Tingkat perkembangan ide Tuhan dalam kesadaran antar manusia atau kelompok masyarakat berubah-ubah, tidak sama pada ras dan peradaban manusia yang berbeda.[8] Bagaimanapun, fenomena ketuhanan merupakan gagasan yang mengalami perkembangan evolutif sesuai dengan karakteristik budaya dan peradaban manusia. Ernst Cassirer di dalam karyanya An Essay on Man memaparkan perubahan evolutif ini mulai dari fase mitis-totemik hingga ke arah pembentukan religi yang begitu mengesankan. Sementara itu Sheed’s Menguraikan pandangan para teolog terkemuka yang membahas perubahan evolutif dari gagasan tentang Tuhan yang secara keseluruhan memperkuat dugaan akan adanya perkembangan spektakuler di bidang pemikiran ketuhanan. Fakta-fakta ini ternyata juga menyimpulkan bahwa perkembangan pemikiran ketuhanan telah mengalami diversitas secara kualitatif maupun kuantitatif sesuai dengan karakteristik kebudayaan dan peradaban dimana pemikiran ketuhanan tersebut diusahakan. “Tingkat perkembangan kesadaran tentang ketuhanan berbeda-beda dalam berbagai ras dan kebudayaan, tetapi di dalam tingkatan-tingkatan perkembangan tersebut, semuanya itu merupakan ide-ide yajig bersifat universal.”[9]

(Bersambung)

[1] Louis Berfchof. SyntmviUc Theology, WM B Eerdmans Publi&htng Co. United State» of America. 1081. hal. 27.

[2] ibid

[3] Sheed‘s. DogmaucThralogy. Thoma Nelson Publisher. United States af Amertcn. 1980. hal. 199

[4] Encyclopedia of Pholosophy, vol. 2, Macmillan Publishing Co. In & The Free Press, New York-London, 1972, hal. 148.

[5] ibid

[6] Ibid, hal. 150

[7] sheed's, Dogmatic Theology, hal. 206

[8] Ibid, hal. 198

[9] ibid



Sumber: Al Milal wa Al Nihal (Buku 1), diterjemahkan Prof. Asywadie Syukur, Lc, pt. Bina ilmu, Surabaya.
Previous
Next Post »
0 Komentar